bertamu dan memuliahkan tamu




Pembaca muslim yang dimuliakan oleh Allah
ta’ala , seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan mengimani wajibnya memuliakan tamu sehingga ia akan menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍْﻟﻴَﻮْﻡِ ﺍْﻷﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺿَﻴْﻔَﻪُ
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami membagi pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.
Adab Bagi Tuan Rumah
1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
ﻻَ ﺗُﺼَﺎﺣِﺐْ ﺇِﻻَّ ﻣُﺆْﻣِﻨًﺎ , ﻭَﻻَ ﻳَﺄْﻛُﻞُ ﻃَﻌَﺎﻣَﻚ َﺇِﻻَّ ﺗَﻘِﻲٌّ
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
ﺷَﺮُّ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ ﻃَﻌَﺎﻡُ ﺍﻟْﻮَﻟِﻴﻤَﺔِ ﻳُﺪْﻋَﻰ ﻟَﻬَﺎ ﺍﻷَﻏْﻨِﻴَﺎﺀُ ، ﻭَﻳُﺘْﺮَﻙُ ﺍﻟْﻔُﻘَﺮَﺍﺀُ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)
3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu , bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda,
ﻣَﺮْﺣَﺒًﺎ ﺑِﺎﻟْﻮَﻓْﺪِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺟَﺎﺀُﻭﺍ ﻏَﻴْﺮَ ﺧَﺰَﺍﻳَﺎ ﻭَﻻَ ﻧَﺪَﺍﻣَﻰ
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:
ﻓَﺮَﺍﻍَ ﺇِﻟﻰَ ﺃَﻫْﻠِﻪِ ﻓَﺠَﺎﺀَ ﺑِﻌِﺠْﻞٍ ﺳَﻤِﻴْﻦٍ . ﻓَﻘَﺮَّﺑَﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ ﻗَﺎﻝَ ﺁﻻَ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮْﻥَ
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?'” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺮْﺣَﻢْ ﺻَﻐِﻴْﺮَﻧَﺎ ﻭَﻳُﺠِﻞَّ ﻛَﺒِﻴْﺮَﻧَﺎ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,

ﻓَﻘَﺮَّﺑَﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ
“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)
13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
ﺍﻟﻀِّﻴَﺎﻓَﺔُ ﺛَﻼَﺛَﺔُ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻭَﺟَﺎﺋِﺰَﺗُﻪُ ﻳَﻮْﻡٌ ﻭَﻟَﻴَْﻠَﺔٌ ﻭَﻻَ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟِﺮَﺟُﻞٍ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﺃَﻥْ ﻳُﻘﻴْﻢَ ﻋِﻨْﺪَ ﺃَﺧِﻴْﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺆْﺛِﻤَﻪُ ﻗﺎَﻟُﻮْﺍ ﻳَﺎﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻛَﻴْﻒَ ﻳُﺆْﺛِﻤَﻪُ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻳُﻘِﻴْﻢُ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻭَﻻَ ﺷَﻴْﺊَ ﻟَﻪُ ﻳﻘْﺮِﻳْﻪِ ﺑِﻪِ
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.
Adab Bagi Tamu
1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
ﻣَﻦْ ﺩُﻋِﻰَ ﻓَﻠْﻴُﺠِﺐْ
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
ﻭَﻣَﻦْ ﺗَﺮَﻙَ ﺍﻟﺪَّﻋْـﻮَﺓَ ﻓَﻘَﺪْ ﻋَﺼَﻰ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟَﻪُ
“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:
Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
Orang yang mengundang adalah muslim.
Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.
3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)
4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya:
ﻳَﺎﺃََﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﻻَ ﺗَﺪْﺧُـﻠُﻮْﺍ ﺑُﻴُـﻮْﺕَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲ ِّﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﻳُﺆْﺫَﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﻃَـﻌَﺎﻡٍ ﻏَﻴْﺮَ ﻧَﺎﻇِـﺮِﻳْﻦَ ﺇِﻧﻪُ ﻭَﻟِﻜﻦْ ﺇِﺫَﺍ ﺩُﻋِﻴْﺘُﻢْ ﻓَﺎﺩْﺧُﻠُﻮْﺍ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻃَﻌِﻤْﺘُﻢْ ﻓَﺎﻧْﺘَﺸِـﺮُﻭْﺍ ﻭَﻻَ ﻣُﺴْﺘَﺌْﻨِﺴِﻴْﻦَ ﻟِﺤَﺪِﻳْﺚٍ ﺇَﻥَّ ﺫﻟِﻜُﻢْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﺫِﻯ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﻓَﻴَﺴْﺘَﺤِﻲ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﻻَ ﻳَﺴْﺘَﺤِﻲ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﻖِّ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs. Al Azab: 53)
5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :

ﺇﺫَﺍ ﺩُﻋِﻰَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻓَﻠْﻴُﺠِﺐْ ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺻَﺎِﺋﻤًﺎ ﻓَﻠْﻴُﺼَِﻞِّ ﻭِﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﻔْـﻄِﺮًﺍ ﻓَﻠْﻴُﻄْﻌِﻢْ
“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)
6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.
7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang yang sedang makan.
8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai makan, keluarlah!” (Qs. Al Ahzab: 53)
9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :
ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦَ ﺍْﻷَﻧْﺼَﺎﺭِ ﺭَﺟـُﻞٌ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻟُﻪُ ﺃَﺑُﻮْ ﺷُﻌَﻴْﺐُ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﻏُﻼَﻡٌ ﻟِﺤَﺎﻡٌ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍِﺻْﻨَﻊْ ﻟِﻲ ﻃَﻌَﺎﻣًﺎ ﺍُﺩْﻉُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠﻰَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺧَﺎﻣِﺲَ ﺧَﻤْﺴَﺔٍ ﻓَﺪَﻋَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠﻰَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺧَﺎﻣِﺲَ ﺧَﻤْﺴَﺔٍ ﻓَﺘَﺒِﻌَﻬُﻢْ ﺭَﺟُﻞٌ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠﻰَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﻧَّﻚَ ﺩَﻋَﻮْﺗَﻨَﺎ ﺧَﺎﻣِﺲَ ﺧَﻤْﺴَﺔٍ ﻭَﻫﺬَﺍ ﺭَﺟُﻞٌ ﻗَﺪْ ﺗَﺒِﻌَﻨَﺎ ﻓَﺈِﻥْ ﺷِﺌْﺖَ ﺍْﺫَﻥْ ﻟَﻪُ ﻭَﺇِﻥْ ﺷِﺌْﺖَ ﺗَﺮَﻛْﺘُﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻞْ ﺃَﺫْﻧْﺖُ ﻟَﻪُ
“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”” (HR. Bukhari)
11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa:
ﺃَﻓْﻄَﺮَ ﻋِﻨْﺪَﻛُﻢُ ﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻤُﻮْﻥَ , ﻭَﺃَﻛَﻞَ ﻃَﻌَﺎﻣَﻜُﻢُ ﺍْﻷَﺑْﺮَﺍﺭَ , ﻭَﺻَﻠَّﺖْ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍْﻟﻤَﻼَﺋِﻜَﺔُ
“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani)
ﺍَﻟﻠّﻬُـﻢَّ ﺃَﻃْﻌِﻢْ ﻣَﻦْ ﺃَﻃْﻌَﻤَﻨِﻲ , ﻭَﺍْﺳﻖِ ﻣَﻦْ ﺳَﻘَﺎﻧِﻲ
“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)
ﺍَﻟﻠّﻬُـﻢَّ ﺍﻏْـﻔِﺮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻭَﺍﺭْﺣَﻤْﻬُﻢْ ﻭَﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻬُﻢْ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺭَﺯَﻗْﺘَﻬُﻢْ
“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.
***
Penulis: Abu Sa’id Satria Buana
Artikel www.muslim.or.id


Related Posts:

hakikat puasa dan bulan ramadhan





 Puasa tingkat pemula adalah puasa lahiriah, puasa tingkat menengah adalah seluruh anggota tubuh, sedangkan puasa tingkat tinggi adalah puasa hati. Dihati tidak ada tempat untuk selain Allah. Hati terlepas dari bayangan-bayangan rendah dan pikiran duniawi, total berisi Allah.

Imam Ghazali menyatakan bahwa rumusan puasa hati tidaklah panjang lebar, tidak perlu pemilahan yang jelimet. Yang panjang lebar, berliku adalah upaya mewujudkannya dalam bentuk amal. Sebab puasa hati adalah menghadap dengan semangat yang murni kepada Allah dan menghilangkan semua selain Allah.


Dengan Puasa Hati Jernih Untuk Berpikir dan Berdzikir

Diantara hikmah puasa adalah agar supaya hati kita jernih untuk berpikir dan berdzikir karena banyak makan minum serta memuaskan syahwat menyebabkan kelalaian dan adakalanya hati menjadi keras dan buta dari kebenaran karenanya.

Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam bersabda: "Tidaklah seseorang anak adam itu memenuhi suatu bejana yang lebih jelek dari pada perut. Cukuplah bagi seseorang makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika terpaksa harus menambahnya, hendaknya sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya." (HR. Imam Ahmad dll).

Nafsu perut adalah termasuk perusak yang amat besar. Karena nafsu ini pula Adam -Alaihis Salam dikeluarkan dari surga. Dari nafsu perut pula muncul nafsu kemaluan dan kecenderungan kepada harta benda, dan akhirnya disusul dengan berbagai bencana yang banyak. Semua ini berasal dari kebiasaan memenuhi tuntutan perut.

Sedikit makan itu melembutkan hati, menguatkan daya pikir, serta melemahkan hawa nafsu dan sifat marah. Sedangkan banyak makan akan mengakibatkan kebalikannya.

Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani –Rahumahullah: "Sesungguhnya jiwa apabila lapar dan haus menjadi jernih dan lembut hatinya dan apabila kenyang menjadi buta hatinya."


Keutamaan Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al-Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih  sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan,”(Dalam ayat ini) Allah ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ‘alaihimus salam.” (Tafsirul Qur’anil Adzim, I/501, Darut Thoybah)

Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Muslim)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Pintu-pintu surga dibuka pada bulan ini karena banyaknya amal saleh dikerjakan sekaligus untuk memotivasi umat islam untuk melakukan kebaikan. Pintu-pintu neraka ditutup karena sedikitnya maksiat yang dilakukan oleh orang yang beriman. Setan-setan diikat kemudian dibelenggu, tidak dibiarkan lepas seperti di bulan selain Ramadhan.” (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 4, Wazarotul Suunil Islamiyyah)

Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Pada malam inilah -yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan- saat diturunkannya Al Qur’anul Karim.
Allah ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ – وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ – لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr [97] : 1-3)

Dan Allah ta’ala juga berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3)

Ibnu Abbas, Qotadah dan  Mujahid mengatakan bahwa malam yang diberkahi tersebut adalah malam lailatul qadar. (Lihat Ruhul Ma’ani, 18/423, Syihabuddin Al Alusi)

Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Doa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

“Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar sebagaimana dalam Mujma’ul Zawaid dan Al Haytsami mengatakan periwayatnya tsiqoh/terpercaya. Lihat Jami’ul Ahadits, Imam Suyuthi)

Keutamaan Puasa

1. Puasa adalah Perisai

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ

“Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Baihaqi, dihasankan

Related Posts: